Humasngawi || JAKARTA. Rabu(15/11/2017)
Salah satu bentuk nyata kemampuan Kedokteran Kesehatan Kepolisian RI
dalam mengatasi tingginya tuntutan masyarakat terhadap kepastian hukum
dan hak asasi manusia terkait korban bencana yang setiap saat bisa
terjadi adalah dibentuknya Disaster Victim Identification (DVI).
Apa itu DVI? Tim DVI bentukan Polri yang
terdiri dari orang-orang yang perannya sangat diperlukan untuk melakukan
suatu proses identifikasi korban bencana yang sudah rusak tidak mungkin
lagi dikenali.
DVI adalah suatu prosedur untuk
mengidentifikasi korban yang meninggal akibat bencana massal secara
ilmiah yang mengacu pada standar baku International Criminal Police
Organization (Interpol).
Tim DVI terdiri dari dokter spesialis
forensik, dokter gigi, ahli antropologi (ilmu yang mempelajari tulang),
kepolisian, fotografi dan ada yang berasal dari masyarakat.
Prosedur DVI di Indonesia pertama kali
diterapkan pada identifikasi korban bencana massal akibat Bom Bali yang
terjadi di Oktober 2002 silam yang menewaskan 202 orang.
Keberhasilan Tim DVI belakangan ini adalah berhasil mengidentifikasi korban kebakaran pabrik petasan di Kosambi, Tangerang.
5 Fase Prosedur DVI :
1. The Scene
Pemilahan korban dan mengamankan barang bukti. korban diberi label penanda, memuat informasi tim pemeriksa, lokasi penemuan, dan nomor.
2. Post Mortem Examination
Ahli identifikasi, dokter dan dokter gigi forensik mencari data post mortem seperti sidik jari, gigi, tubuh, sampel jaringan DNA dan barang bawaan yang melekat.
3. Ante mortem information retrieval
Pengumpulan data ante mortem dari keluarga, seperti pakaian terakhir, ciri khusus, data rekam medis, data sidik DNA dan sampel darah keluarga.
4. Reconciliation
Rekonsiliasi bila ada kecocokan data ante mortem dan post mortem, dengan kriteria minimal satu macam data primer dan data sekunder.
5. Debriefing
3-6 bulan setelah identifikasi selesai, evaluasi proses identifikasi korban baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil identifikasi.
(fr/lm/rp)